Text


Saturday, November 22, 2008

Rahsia dalam RAHSIA

Sahabat, seringkah anda dihampiri

pertanyaan-pertanyaan seperti ‘untuk apa semua ini? Apakah makna hidup

saya? Kenapa hidup saya terasa datar saja, berputar-putar dari hari ke

hari? Hanya pergantian episod senang dan sedih? Mengapa saya seperti

dikuasai oleh kehidupan saya?’ mungkin ia pernah muncul di hati anda

Ketika kita tenggelam dalam dunia seperti itu, kita bahkan tidak

menyadari bahwa kehidupan kita berputar-putar saja dari hari ke hari.


Roll call,makan,minum,tido,internet, dan seterusnya setiap

hari, selama berbulan-bulan. Apakah hanya itu? Bukankah kita tanpa

sadar telah terjebak kepada pusaran kehidupan yang terus berputar-putar

saja, tanpa makna?


Berapa orang, sahabat, yang masih mahu mendengarkan kegelisahannya sendiri? Padahal kegelisahannya itu merupakan rembesan dari jiwa yang menjerit tidak ingin terkubur dalam kehidupan dunia. Dia ‘menjerit’ ingin mencari Al-Haqq, dan ‘rembesannya’ kadang naik ke permukaan dalam bentuk kegelisahan.


Sayang, sebagian orang segera membantai kegelisahannya, potensi pencarian kebenarannya ini, justru pada saat ketika ia timbul; karena secara psikologi hal ini memang terasa tidak selesa. Maka untuk melupakannya, ia semakin menenggelamkan diri lebih dalam lagi dalam pekerjaannya, kesibukannya, bersenang-senang, atau berdalih menutupi kegelisahannya dengan berusaha lebih lagi menenggelamkan diri dalam keasyikan hobi… dan sebagainya.


Atau, membantainya dengan kesenangan spiritual sesaat, seperti datang ke majlis & kuliah2 agama dengan niat mencari-Nya tapi hanya untuk melenyapkan kegelisahannya, seperti menelan ubat sakit kepala: ketika sakit kepala, cari ubat. Kegelisahan hilang....

Atau juga dengan mengindoktrinasi dirinya: “Manusia diciptakan untuk beribadah!! Segala jawaban telah ada di Qur’an!!” Ok, tapi ibadah yang seperti apa? bolehke kita benar-benar beribadah, tanpa mengetahui maknanya? Atau lebih jauh lagi, mampukah ia menjangkau makna Qur’an?


Jeritan jiwa tersebut bertimbun dengan bermacam cara. Ia tidak ingin mendengarkannya. Hal ini, sudah entu akan membuatkan seseorang semakin terperangkap saja dalam jadual hariannya, dan semakin terkuburlah potensi mencari kebenaran. Padahal seharusnya ‘jeritan jiwa’ tersebut didengarkan. Jika anak kita menangis karena lapar, apakah kita akan pergi bersenang-senang untuk melupakannya, dan berharap anak kita akan berhenti menangis dengan sendirinya? Bukankah seharusnya kita mencari, kenapa anak kita menangis?



Jawapannya.. carilah Dia!!


perkongsian bersama..Bayangan sekeping cermin!!



No comments: